Keragaman

Keragaman sejatinya mirip dengan dua buah magnet, di mana kutub yang tidak sejenis akan saling tarik menarik. Rata-rata, perbedaan justru akan menyatukan orang, mau itu dalam konteks yang negatif atau positif. Misalnya saja, perbedaan pendapat antara Rizieq Shihab dan Ahok mengenai ayat Al-Maidah 51 justru menarik mereka bersama, walaupun di pengadilan.
Tapi, sejatinya keragaman akan menarik dua hal yang tidak sejenis. Sejujurnya, untuk perbedaan antara Rizieq Shihab dan Ahok, aku tidak mau ikut campur, cukup mengetahui faktanya saja. Karena, kasus ini sangat sensitif dan dengan membahasnya, ada sebuah pembatas yang sangat tipis antara menjaga pembicaraan seputar masalah ini sebagai pembicaraan politis dan umum atau menjadikan perkara ini sesuatu yang personal.
Keragaman bisa menjadi suatu hal yang bersifat politis seperti perbedaan penafsiran antara Ahok dan Rizieq Shihab, atau pemerintahan Donald Trump yang kontraversional. Keragaman bisa menjadi hal yang positif, seperti peragawati yang sekarang sering tampil di luar pandangan masyarakat bahwa peragawati harus kurus, berperawakan kaukasian dan memiliki badan jenjang. Hal ini menjadi sebuah tanda pergerakan pandangan masyarakat dan sebuah cara mengemansipasi orang-orang yang dahulu malu dengan fisik mereka.
Keragaman bisa menjadi hal yang buruk, seperti para hijabi yang kerudungnya ditarik dengan keras dari kepala mereka oleh pria-pria berkulit putih pendukung Donald Trump yang merasa memiliki otoritas untuk melakukan hal tersebut, dengan Trump sebagai presiden Amerika yang baru.
Kehidupan sosial tidak akan pernah luput dari keragaman. Ada orang yang berkulit putih, berkulit sawo matang, kuning langsat, banyak macam. Ada orang yang menyukai pria, menyukai wanita, tidak memiliki preferensi gender, dan adapun yang tidak tertarik sama sekali.
Ada wanita yang memilih untuk berkerudung, dan adapun yang memilih memakai celana dan rok pendek.
Tidak semua orang setuju dengan keragaman, banyak orang yang bersikeras untuk tetap berkutat dalam zona nyamannya, dengan orang-orang yang serupa, seperti halnya Donald Trump, yang mengisukan pelarangan warga beberapa negara yang dominan Muslim masuk ke Amerika.
Keragaman juga tidak selalu menjadi hal yang baik. Kadang, keragaman menjadi isu, ketika mereka yang menjadi minoritas dikucilkan oleh mereka yang menjadi majoritas. Salah satu contohnya adalah seorang wanita berhijab hijabnya lantas ditarik lepas oleh seorang pria Amerika yang berseru "Ini adalah Amerika!".
Keragaman muncul dalam banyak bentuk, mulai dari sidik jari manusia, gen dan sel yang ada di dalam tubuh manusia, melanoma yang memberi pigmen berbeda-beda di kulit seorang manusia, dan kerangka berpikir orang-orang yang berbeda.
Kita tidak akan pernah bisa membentuk suatu susunan masyarakat tanpa keragaman, duna utopia di mana semua orang setuju karena mereka semua berpikir sama.
Tidak terpungkiri bahwa manusia akan selalu memiliki perbedaan diantaranya. Kita tidak bisa memiliki pemikiran yang serupa dalam semua hal.
Namun, kita bisa belajar untuk menerima perbedaan dan keragaman orang. Mentolerir keragaman diantara manusia, dan dengan menerima, mungkin kita bisa tinggal di dunia yang menyerupai Utopia.

Daftar Pustaka

http://www.huffingtonpost.com/entry/man-rips-off-muslim-woman-hijab_us_5736214fe4b060aa781a48b9, diakses pada 4/3/17 pukul 8.19 PM


http://www.bbc.com/indonesia/dunia-38808189, diakses pada 4/3/17, pukul 8.22 PM



Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Kunjungan ke Rumah Kerabat

Nyaba Lembur: Our Live In Experience (MEP #3)

Mid Semester Exhibition